Tribun Roban Televisi - Batang, 17 Juli 2025 – Suasana khidmat dan penuh makna menyelimuti kawasan pesisir Pantai Klidang Lor Batang, Jawa Tengah, pada Kamis pagi. Ratusan warga nelayan berkumpul untuk mengikuti dan menyaksikan prosesi adat tahunan Nyadran atau Sedekah Laut, sebuah tradisi turun-temurun yang hingga kini masih dijaga dan dilestarikan oleh masyarakat pesisir sebagai bentuk rasa syukur atas rezeki dari laut dan doa untuk keselamatan dalam melaut.
Tradisi ini merupakan salah satu kearifan lokal yang telah menjadi bagian dari identitas budaya masyarakat nelayan di Kabupaten Batang. Diselenggarakan setiap tahun, nyadran menjadi momen refleksi spiritual, sosial, dan kultural, serta memperkuat solidaritas antarmasyarakat nelayan yang selama ini menggantungkan hidup dari hasil laut.
Pelarungan Kepala Kerbau sebagai Simbol Persembahan Laut
Prosesi utama dari tradisi Nyadran tahun ini adalah pelarungan tiga (3) ekor kepala kerbau ke tengah laut. Kepala kerbau tersebut merupakan simbol persembahan kepada alam laut, sebagai bentuk penghormatan dan sedekah dari para nelayan kepada penguasa laut, yang dalam keyakinan tradisional dipercaya menjaga keseimbangan dan keselamatan dalam pelayaran serta penangkapan ikan.
Sejak pagi, tiga kepala kerbau yang telah dihias secara tradisional diarak secara simbolik dari menuju tengah laut, diiringi oleh lantunan doa dan tahlil bersama yang dipimpin oleh para tokoh agama dan sesepuh nelayan. Ratusan warga menyaksikan jalannya prosesi dengan khidmat. Setelah itu, kepala kerbau diangkut menggunakan perahu nelayan ke tengah laut dan dilarung (dihanyutkan) di titik yang dianggap sakral.
"Kami meyakini bahwa laut bukan hanya sumber penghidupan, tapi juga memiliki ruh dan kekuatan yang harus dihormati. Pelarungan ini adalah bentuk sedekah kami kepada laut agar nelayan selamat, hasil tangkapan melimpah, dan terhindar dari bahaya," ujar Rasmono selaku salah satu tokoh nelayan batang.
Doa Bersama dan Kebersamaan Warga
Sebelum pelarungan, seluruh warga dan tamu undangan mengikuti doa bersama dan tahlil di halaman Tempat Pelelangan Ikan Klidang Lor Batang. Doa dipimpin oleh Tokoh Agama Setempat , yang mengajak masyarakat untuk bersyukur atas segala nikmat hasil laut yang diberikan oleh Allah SWT, sekaligus memohon agar seluruh nelayan diberi keselamatan dan kelancaran dalam mencari nafkah.
Acara ini turut dihadiri oleh berbagai pihak, di antaranya perwakilan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Batang, SATPOLAIRUD, TNI AL, tokoh masyarakat, tokoh agama, dan tokoh pemuda setempat.
Dalam sambutannya, Panitia Nyadran, Samijoyo menyampaikan pentingnya menjaga dan melestarikan budaya lokal sebagai bagian dari identitas masyarakat. Ia juga menyampaikan apresiasi kepada seluruh panitia dan masyarakat yang telah bergotong royong mempersiapkan kegiatan ini secara mandiri dan sederhana, tanpa menghilangkan esensi adat dan nilai spiritual.
"Tradisi ini bukan sekadar ritual, tapi juga sarana mempererat tali persaudaraan dan mengingatkan kita untuk selalu bersyukur. Saya berharap, tradisi Nyadran ini dapat terus diwariskan kepada generasi muda sebagai warisan budaya Batang yang luhur," ujarnya.
Pelestarian Budaya di Tengah Modernisasi
Meskipun dilaksanakan secara sederhana, kegiatan Nyadran tahun ini tetap berlangsung dengan khidmat dan penuh semangat kebersamaan. Tidak ada kemeriahan panggung hiburan seperti tahun-tahun sebelum pandemi, namun kehangatan warga terlihat jelas dari antusiasme mereka dalam mengikuti setiap rangkaian acara.
Setelah prosesi pelarungan selesai, kegiatan ditutup dengan ramah tamah dan makan bersama warga pesisir, sebagai bentuk syukur dan rasa kebersamaan. Beberapa warga juga menggelar kenduri keluarga di rumah masing-masing, sebagai bagian dari tradisi leluhur yang terus dijaga.
Tradisi Nyadran ini bukan hanya ritual keagamaan atau kebudayaan semata, tetapi juga telah menjadi momentum penting dalam menjaga kelestarian budaya dan kearifan lokal di tengah arus modernisasi dan perubahan zaman. Pemerintah desa dan tokoh masyarakat berkomitmen untuk terus melibatkan generasi muda dalam pelaksanaan tradisi ini agar tidak punah dan tetap relevan sebagai bagian dari warisan budaya Batang.